"Cinta dan nafsu adalah dua hal yang selalu saja ada dalam diri manusia. Keduanya bagai dua sisi mata pedang yang sangat bertolak belakang, namun selalu hadir bersama. Nafsu datang dengan penuh keindahan, romantis bak kisah Romeo dan Juliet, tapi tak dapat diingkari selalu pada akhirnya memotong iman dengan sekali tebasan, tak jarang ia tampil dengan mengatasnamakan cinta dalam perbuatannya. Sedang cinta itu sendiri adalah perasaan yang sangat sederhana, tak ada keromantisan tanpa dasar iman dan taqwa. Tampak begitu biasa, namun hanya cinta yang akan membahagiakanmu dengan sangat sederhana, bahkan kadang tanpa kita sadari dan hanya cinta yang akan membuat manusia mengerti kehidupan ini begitu indah."
Aku diam mendengarkan seorang teman yang bercerita tentang cinta. Seorang sahabat yang sudah kuanggap seperti kakakku sendiri, mungkin dia memang pantas bercerita, dengan keluarga sakinah yang kini tengah dibangunnya, dia tampak begitu bahagia.
“Wi, sesungguhnya cinta itu begitu indah, namun semua keindahan itu tersimpan begitu dalam sampai sebuah saat yang indah datang, karena seperti apapun sebuah keindahan jika dia diposisikan pada waktu dan tempat yang salah, dia hanya akan menjadi suatu pengganggu. Ibaratnya seperti lukisan monalisa yang indah dan terkenal itu jika ditempatkan di tong sampah yang kotor dan penuh debu, dia hanya akan menjadi suatu yang sia-sia.” ucapnya seraya menatapku. Terus terang aku jadi kikuk di pandangi seperti itu. Aku seperti merasa menjadi terdakwa dalam sebuah pengadilan.
“Lho, di bilangin kok malah bengong sih?”
“Nggak kok mbak, Wia heran aja kok mbak ngomongnya sambil melototin Wia gitu?”
“Wi, kamu ‘kan sudah beranjak makin dewasa, dan mungkin sebentar lagi akan terserang virus merah muda, karena itu sebelum terserang harus di injeksi dulu dong!” katanya sambil tertawa dan merangkulku.
Duh.. aku jadi tersipu nih, jangan-jangan ada kabar-kabari yang terdengar ke telinga mbak Anti. Emang beberapa hari ini aku merasa mulai nggak bisa mengendalikan hatiku, entah apa penyebabnya. Ada bayangan seseorang yang berhasil menyelinap di pelepuk mataku tiap kali aku memejamkan mata. Ya Robb… Maafkanlah hamba.
“Mbak apa kita salah jika kita mencintai seseorang yang belum menjadi muhrim kita?” tanyaku dengan hati-hati.
“Ya nggak lah Wi, agama kita adalah agama yang penuh cinta, kita diajarkan untuk hidup dengan saling mencintai, berdampingan dan rukun. Bahkan seorang muslim atau muslimah belum sempurna imannya apabila ia belum bisa mencintai saudaranya seperti dia mencintai dirinya sendiri. Hanya saja cinta itu tidak boleh melebihi cinta kita kepada Sang Pemilik cinta itu sendiri dan ada tata tertibnya. Lagi pula Wi, kita harus mengenali yang mana cinta dan yang mana nafsu, jangan sampai kamu terbelit dalam tali nafsu, karena sulit untuk kita keluar dari sana.”
“Tapi mbak, kalau boleh jujur, rasanya sulit banget mengusir perasaan seperti itu, karena dia datang sendiri, tanpa kita undang, juga tanpa diminta.” Aku menunduk di depannya, sebenarnya aku tak ingin dia tahu apa yang aku rasakan, namun aku juga tak mau terbelit oleh perasaan yang mungkin akan membawaku hanyut dalam lingkaran setan.
“Wi, ketika kamu menyukai seseorang bukan karena alasan yang diridhai Allah, maka semua itu sudah menjurus ke nafsu. Dan keberadaan nafsu sama seperti iman, dia bisa naik dan juga turun. Ketika grafik iman kita naik, maka nafsu akan menjauh dari hati kita, begitu pula ketika grafik iman kita turun kamu akan disapanya. Karena itu, satu-satunya cara mengusir perasaan itu adalah dengan mendekatkan diri kepada Allah. Percayalah tidak ada satu kekuatan pun yang akan menjerumuskan kamu tanpa izin dari Nya.
Atau ada cara lain?” dia menghentikan pembicaraannya.
“Apa mbak? ” tanya ku heran.
“Kalau kamu sudah siap, ya kamu nikah aja!” katanya lagi.
“Ya Allah, nggak kepikiran sampai situ, mbak!” jawabku kaget setengah mati.
“Oh, jadi Wia ceritanya lagi jatuh cinta nih?? Kok nggak bilang-bilang mbak sih?” ucapnya sambil meledekku.
“E… E… Enggak eh,…” wah gawat nih gimana ngejawabnya? Bisa-bisa diledekin seumur hidup.
“Serius lagi jatuh cinta?” tanyanya penuh selidik.
“Iya.” jawabku mantap.
“Sama siapa, Wi?” tanyanya dengan suara kaget, aku yakin dia tak menyangka akan jawaban yang aku berikan.
“Sama Sang Pemilik Cinta dan Dien yang indah yang Wia miliki saat ini.” jawabku sambil menatapnya. Kulihat matanya bersinar seakan lega mendengar jawabanku. Terima kasih Mbak, karena selama ini telah membantuku menjaga hati dan jiwa yang rapuh ini. Terima kasih ya Rabb telah menjadikan dia sahabat untukku.
Aku yakin suatu hari Insya Allah aku akan jatuh cinta, dan aku ingin saat itu adalah saat yang indah yang dijadikan Allah untukku. Cinta yang suci yang datang atas rahmat dan ridhaNya untuk pemuda yang berjuang di jalanNya dan tentu saja dalam ikatan yang suci pula. Namun sebelum itu, aku harus berbenah diri, mempercantik hati di hadapan Allah, meluruskan niat hanya kepadaNya. Cintaku yang terbesar hanyalah milikNya
Hari ini benar-benar sore yang indah, kulangkahkan kaki dengan perasaan baru. Tak ada Keromantisan, dan rindu yang menggebu tanpa dasar Iman dan Taqwa Guys!!!
***
Sesuatu yang indah akan menjadi suci apabila berada dalam ridha Allah SWT, maka jadikanlah perasaan cintamu indah dan suci, karena cinta adalah fitrah dan akan kamu berikan kepada seseorang yang akan menjadi penyanggahmu didunia dan akhirat kelak. So, selamat menemukan cinta sejati!!!